menu

Cari Blog Ini

Senin, 21 November 2016

adzan dan iqamah

     A.  Pengertian Adzan dan Iqamah
Secara bahasa adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At Taubah ayat 3 yang artinya “dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia. Sedangkan secara istilah adalah seruan yang menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh tertentu.
Iqamah secara istilah adalah pemberitahuan atau seruan bahwa shalat akan segera didirikan dengan menyebut lafazh-lafazh khusus, Iqamah bisa disebut juga sebagai Adzan kedua.

B.  Hukum Adzan dan Iqamah
Ulama berselisih pendapat tentang hukum adzan. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum adzan adalah sunnah muakkad. Namun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum adzan adalah fardu kifayah. Akan tetapi perlu diingat, hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak diwajibkan atau pun disunahkan untuk melakukan adzan. Hukum iqamah sama dengan hukum adzan yaitu fardhu kifayah.

  C.     Melafalkan Adzan dan Iqamah

Lafal Adzan
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ ، أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Adapun untuk lafadz iqomah hampir sama seperti lafadz adzan, hanya saja diucapkan tidak berulang-ulang namun hanya satu kali. Dan berikut adalah lafadz iqomah

 اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله     
     F .     Pengertian Shalat Jama’ah, Dalil, dan Hukumya

Shalat jama’ah adalah mengerjakan shalat wajib ataupun shalat  lainnya yang dilakukan secara bersama-sama yang terdiri dari beberapa orang muslim  baik perempuan maupun laki-laki yang sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang dan maksimal tidak terbatas. Shalat secara jama’ah ini juga sering dikenal dengan sebutan shalat makmum kemudian untuk mengerjakannya dapat dilakukan di manapun seperti masjid, rumah, dan tanah lapang dan lain-lain. Jamaah yang  terlambat datang maka disebut dengan masbuq.
Untuk hukum shalat jam’ah bagi kaum laki-laki ataupun perempuan hukumnya adalah sunah dan shalat memang lebih baik dilakukan dengan berjama’ah dari pada sendiri-sendiri, hal ini seperti sabda nabi Muhammad Saw yang membahas tentang keutamaan shalat berjama’ah seperti,” shalat berjama’ah itu lebih baik dan utama dari pada shalat sendirian. Dan manusia yang paling besar pahalanya dalam shalat ialah yang paling jauh perjalananya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannyasendirian lalu tidur (HR. Muslim).
Diantara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Perintah Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama orang-orang yang Ruku’
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: “Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya: “Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah:43).
Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah. Mutlaknya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya.” (Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).
2. Perintah melaksanakan Shalat berjama’ah dalam keadaan takut
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman: “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata…”. (An-Nisa`:102).
Maka apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: “Ketika Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi.” (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).
3. Perintah Nabi untuk melaksanakan shalat berjama’ah
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda: “Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang diantara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) diantara kalian mengimami kalian.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama’ah dan perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.
G. Syarat menjadi Imam dan Makmum
Syarat untuk menjadi imam adalah sebagai berikut:
         1.  Lebih banyak mengerti dan paham masalah ibadah shalat
   2. Lebih banyak hafal surat-surat Alqur’an
         3. Lebih senior/tua daripada jama’ah lainnya
       4.  Laki-laki, tetapi jika semua makmum adalah wanita, maka imam boleh perempuan.
    Sedangkan untuk syarat-syarat makmum adalah sebagai berikut:
      1. Niat untuk mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam
      2. Berada satu tempat dengan imam
      3. Laki-laki dewasa tidak syah jika menjadi makmum imam perempuan
4. jika imam batal, maka seorang makmum menggantikan imam
     5. Jika imam lupa jumlah raka’at atau salah gerakan shalat, makmum mengingatkan dengan membaca SubhanAllah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk makmum perempuan dengan cara bertepuk tangan.
6. Makmum dapat melihat dan mendengar imam
      7.  Makmum berada di belakang imam
8. Mengerjakan ibadah shalat yang sama dengan imam
     9. Jika datang terlambat, maka makmum akan menjadi masbuq yang boleh mengikuti imam sama seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam masbuq menambah jumlah raka’at yang tertinggal. Jika berhasil mulai dengan mendapatkan ruku’ bersama imam walaupun sebentar maka masbuq mendapatkan satu raka’at. Jika masbuq adalah makmum pertama, maka masbuq menepuk pundak imam untuk mengajak shalat berjama’ah.

H.  Tata cara membuat shaf (baris) dalam Berjama’ah
Dianjurkan bagi para jama’ah untuk meluruskan shafnya didalam shalat, tidak sebagiannya lebih maju dari sebagian lainnya (bengkok) dan tidak meninggalkan celah didalamnya. Dianjurkan pula bagi seorang imam untuk mengingatkan jama’ahnya sebelum shalat ditegakkan dengan mengatakan diantaranya:
Luruskanlah shaf-shaf kalian maka sesungguhnya lurusnya barisan adalah diantara kesempurnaan menegakkan shalat”.
            Bagian dari kelurusan shaf jama’ah shalat adalah mengisi penuh terlebih dahulu shaf pertama baru kemudian shaf kedua begitu seterusnya. Tidak mengisi shaf kedua sementara shaf pertama masih kosong, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda sempurnakanlah shaf yang pertama, kemudian yang berikutnya. Kalaupun ada shaf yang kurang, maka hendaklah dia dishaf belakang.
Adapun shaf dalam shalat jama’ah yaitu dimulai dari tengah lurus dengan imam kemudian isi sebelah kanan terlebih dahulu setelah itu kiri secara bergantian hingga satu shaf penuh. Kemudian ganti ke shaf berikutnya dengan cara yang sama.

I.     Pengertian Makmum Masbuq dan Cara Shalatnya
Adalah makmum yang terlambat satu raka’at atau lebih bersama imam disaat shalat berjama’ah. Raka’at disini adalah sampai ruku, jadi jika ada seorang makmum yang terlambat ruku bersama imam dalam raka’at pertama saat shalat berjama’ah maka dia di sebut makmum masbuq, (Pendapat jumhur Ulama). Namun ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa makmum masbuq adalah makmum yang tertinggal bacaan Al-fatihahnya dari imam. Sedangkan menurut imam Syafi’i adalah orang yang tidak mengikuti atau tidak mengetahui takbiratul ihromnya imam maka dia di kategorikan makmum masbuq.
Cara shalat berjama’ah makmum masbuq memiliki ketentuan-ketentuan seperti,
   a.    Apabila makmum masbuq ketika takbiratul ihram mendapati imam mau atau sedang melakukan ruku’ maka dia harus membaca Fatihah sedapatnya (meskipun tidak sempurna) dengan tanpa membaca ta’awudz ataupun membaca bacaan iftitah dan wajiblah bersegera melakukan rukuk bersama imam. Sebab bacaan Al-fatihah yang tidak sempurna oleh makmum masbuq tadi sudah ditanggung imam. Namun apabila menurut perkiraan jika dia membaca fatihah tapi telat rukuk bersama imam, maka dia harus langsung ruku’ setelah melakukan takbiratul ihram.
  b.    Apabila makmum masbuq ketinggalan satu raka’at atau lebih dari imam, maka ketika dia hendak menyempurnakan sholatnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan shalat yang berlaku dalam shalat itu (qunut dalam raka’at ke dua shalat subuh, tahiyyat awal di setiap dua raka’at selain subuh dan tahiyyat akhir di setiap akhir raka’at shalat.
  c.    Apabila seorang musholli (orang yang shalat) terlambat satu raka’at dalam shalat subuh kemudian dia ingin menyempurnakaan raka’at yang kedua, maka hendaknya ia membaca qunut lagi meskipun pada raka’at sebelumnya ia sudah membaca qunut bersama imam.
 d.   Apabila ia ketinggalan dua raka’at dalam shalat maghrib, lalu ia ingin menyempurnakan dua raka’at tersebut maka hendaknya ia membaca tahiyyat awal pada raka’at pertama (dari rakaat yang tertinggal) dan harus membaca tahiyyat akhir pada raka’at terakhir

J.    Cara-cara mengingatkan imam yang lupa dan Batal
Jika imam lupa dalam bacaan atau ayat, cara mengingtkannya dalah dengan meneruskan bacaan atau ayat tersebut yang benar, jika imam terus saja maka makmum hendaknya tetap mengikuti imamnya.
Jika imam keliru dalam gerakannya maka hendaklah makmum mengingatkannya, caranya adalah dengan makmum mengucapkan tasbih (subhanAllah) bagi makmum laki-laki dan bagi makmum perempuan dengan menepukkan punggung telapak tangan kiri pada bagian dalam telapak tangan kanan. Kedua cara tersebut, baik ucapan tasbih ataupun tepuk tangan harus bisa terdengar oleh imam. Apabila kekeliruan itu adalah bacaannya hendaklah makmum membenarkannya.
Bila imam lupa meninggalkan rukun salat seperti sujud dan ruku’, dan makmum telah mengingatkannya dengan tasbih, ia wajib segera melaksanakannya dan setelah itu melaksanakan sujud sahwi.
Khusus pada masalah imam lupa melaksanakan tashyahud awal, bila imam telah terlanjur berdiri tegak ketika makmum mengingatkannya, maka imam tidak perlu kembali duduk, namun melanjutkan salat melakukan sujud sahwi. Namun bila imam belum berdiri tegak, misalnya masih dalam keadaan jongkok, ia harus kembali duduk dan melakukan sujud sahwi. Jadi hanya dalam masalah lupa meninggalkan amalan sunnah shalat, imam boleh melanjutkan salat dan tidak menggubris peringatan dari makmum.
       Apabila dalam melaksanakan shalat tiba-tiba imam batal maka dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
Imam dapat melakukan salah satu dari dua hal berikut, (1) imam mundur dari barisan dan memegang tangan makmum yang ditunjuk supaya maju ke depan. Inilah cara yang dilakukan Umar bin Khattab saat beliau ditusuk ditengah shalat, kemudian ia memegang tangan Abdurrahman bin ‘Awf agar menggantikan beliau berlaku sebagai imam (HR. Al- Bayhaqy).
(2) imam mundur dari tempatnyatanpa menunjuk pengganti, dalam situasi ini maka makmum terdekat dapat mengambil inisiatif untuk maju atau menunjuk teman di sampingnya untuk maju,
(3) kalau ternyata imam ngeloyor pergi, sedangkan makmum tidak ada yang maju mengganti imam, maka seluruh makmum harus niat mufaroqoh atau niat keluar dari shalat jama’ah dan shalat sendiri-sendiri. Apabila imam batal saat sujud, maka ia mundur dan menunjuk pada makmum terdekat untuk menjadi imam dan meneruskan shalat berjama’ah. Makmum yang ditunjuk lalu maju dan mengulangi sujud yang tidak sah. Pergantian imam oleh makmum disebut istikhlaf sedangkan makmum yang mengganti imam disebut khalifah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar