A. Pengertian
Adzan dan Iqamah
Secara bahasa
adzan berarti pemberitahuan atau seruan. Sebagaimana Allah berfirman dalam
surat At Taubah ayat 3 yang artinya “dan ini adalah seruan dari Allah dan
Rasul-Nya kepada umat manusia. Sedangkan secara istilah adalah seruan yang
menandai masuknya waktu shalat lima waktu dan dilafazhkan dengan lafazh-lafazh
tertentu.
Iqamah secara
istilah adalah pemberitahuan atau seruan bahwa shalat akan segera didirikan
dengan menyebut lafazh-lafazh khusus, Iqamah bisa disebut juga sebagai Adzan
kedua.
B. Hukum Adzan dan Iqamah
Ulama
berselisih pendapat tentang hukum adzan. Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum
adzan adalah sunnah muakkad. Namun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini
adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum adzan adalah fardu kifayah. Akan
tetapi perlu diingat, hukum ini hanya berlaku bagi laki-laki. Wanita tidak
diwajibkan atau pun disunahkan untuk melakukan adzan. Hukum iqamah sama dengan
hukum adzan yaitu fardhu kifayah.
C. Melafalkan
Adzan dan Iqamah
Lafal Adzan
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر،
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
أَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ ، أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ
عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ
عَلَى الْفَلاَحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Adapun untuk
lafadz iqomah hampir sama seperti lafadz adzan, hanya saja diucapkan tidak
berulang-ulang namun hanya satu kali. Dan berikut adalah lafadz iqomah
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
أَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ
عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ
عَلَى الْفَلاَحِ
قَدْ
قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اَللهُ
اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
لاَ
إِلَهَ إِلاَّالله
F . Pengertian
Shalat Jama’ah, Dalil, dan Hukumya
Shalat jama’ah
adalah mengerjakan shalat wajib ataupun shalat lainnya yang
dilakukan secara bersama-sama yang terdiri dari beberapa orang muslim baik
perempuan maupun laki-laki yang sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang dan
maksimal tidak terbatas. Shalat secara jama’ah ini juga sering dikenal dengan
sebutan shalat makmum kemudian untuk mengerjakannya dapat dilakukan di manapun
seperti masjid, rumah, dan tanah lapang dan lain-lain. Jamaah yang terlambat
datang maka disebut dengan masbuq.
Untuk hukum
shalat jam’ah bagi kaum laki-laki ataupun perempuan hukumnya adalah sunah dan
shalat memang lebih baik dilakukan dengan berjama’ah dari pada sendiri-sendiri,
hal ini seperti sabda nabi Muhammad Saw yang membahas tentang keutamaan shalat
berjama’ah seperti,” shalat berjama’ah itu lebih baik dan utama dari pada
shalat sendirian. Dan manusia yang paling besar pahalanya dalam shalat ialah
yang paling jauh perjalananya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang
menunggu shalat hingga melakukannyasendirian lalu tidur (HR. Muslim).
Diantara
dalil-dalil tersebut adalah:
1. Perintah
Allah Ta’ala untuk Ruku’ bersama orang-orang yang Ruku’
Berkata Al-Imam
Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat
berjama’ah: “Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya: “Dan ruku’lah
bersama orang-orang yang ruku’.” (Al-Baqarah:43).
Allah Ta’ala
memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu
dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat
berjama’ah. Mutlaknya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya.”
(Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan
Kitabush-Shalah hal.66).
2. Perintah
melaksanakan Shalat berjama’ah dalam keadaan takut
Tidaklah
perintah melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah
telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman: “Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata…”. (An-Nisa`:102).
Maka apabila
Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjama’ah dalam
keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi
(kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: “Ketika
Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam
keadaan aman lebih wajib lagi.” (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal
Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).
3. Perintah
Nabi untuk melaksanakan shalat berjama’ah
Al-Imam
Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi
Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20
hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap
shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami,
beliau bersabda: “Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta
ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat
hendaklah salah seorang diantara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling
tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan
Al-Qur`annya) diantara kalian mengimami kalian.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari
no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang
mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu shalat
yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama’ah dan perintahnya
terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.
G. Syarat
menjadi Imam dan Makmum
Syarat untuk menjadi imam adalah
sebagai berikut:
1. Lebih
banyak mengerti dan paham masalah ibadah shalat
2. Lebih
banyak hafal surat-surat Alqur’an
3. Lebih
senior/tua daripada jama’ah lainnya
4. Laki-laki,
tetapi jika semua makmum adalah wanita, maka imam boleh perempuan.
Sedangkan untuk
syarat-syarat makmum adalah sebagai berikut:
1. Niat
untuk mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam
2. Berada
satu tempat dengan imam
3. Laki-laki
dewasa tidak syah jika menjadi makmum imam perempuan
4. jika
imam batal, maka seorang makmum menggantikan imam
5. Jika
imam lupa jumlah raka’at atau salah gerakan shalat, makmum mengingatkan dengan
membaca SubhanAllah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk makmum
perempuan dengan cara bertepuk tangan.
6. Makmum
dapat melihat dan mendengar imam
7. Makmum
berada di belakang imam
8. Mengerjakan
ibadah shalat yang sama dengan imam
9. Jika
datang terlambat, maka makmum akan menjadi masbuq yang boleh mengikuti imam
sama seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam masbuq menambah jumlah
raka’at yang tertinggal. Jika berhasil mulai dengan mendapatkan ruku’ bersama
imam walaupun sebentar maka masbuq mendapatkan satu raka’at. Jika masbuq adalah
makmum pertama, maka masbuq menepuk pundak imam untuk mengajak shalat
berjama’ah.
H. Tata
cara membuat shaf (baris) dalam Berjama’ah
Dianjurkan bagi
para jama’ah untuk meluruskan shafnya didalam shalat, tidak sebagiannya lebih
maju dari sebagian lainnya (bengkok) dan tidak meninggalkan celah didalamnya.
Dianjurkan pula bagi seorang imam untuk mengingatkan jama’ahnya sebelum shalat
ditegakkan dengan mengatakan diantaranya:
“Luruskanlah shaf-shaf kalian maka
sesungguhnya lurusnya barisan adalah diantara kesempurnaan menegakkan shalat”.
Bagian
dari kelurusan shaf jama’ah shalat adalah mengisi penuh terlebih dahulu shaf
pertama baru kemudian shaf kedua begitu seterusnya. Tidak mengisi shaf kedua
sementara shaf pertama masih kosong, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dari Anas bin Malik dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda
sempurnakanlah shaf yang pertama, kemudian yang berikutnya. Kalaupun ada shaf
yang kurang, maka hendaklah dia dishaf belakang.
Adapun shaf
dalam shalat jama’ah yaitu dimulai dari tengah lurus dengan imam kemudian isi
sebelah kanan terlebih dahulu setelah itu kiri secara bergantian hingga satu
shaf penuh. Kemudian ganti ke shaf berikutnya dengan cara yang sama.
I. Pengertian
Makmum Masbuq dan Cara Shalatnya
Adalah makmum
yang terlambat satu raka’at atau lebih bersama imam disaat shalat berjama’ah.
Raka’at disini adalah sampai ruku, jadi jika ada seorang makmum yang terlambat
ruku bersama imam dalam raka’at pertama saat shalat berjama’ah maka dia di
sebut makmum masbuq, (Pendapat jumhur Ulama). Namun ada sebagian ulama yang
berpendapat bahwa makmum masbuq adalah makmum yang tertinggal bacaan Al-fatihahnya
dari imam. Sedangkan menurut imam Syafi’i adalah orang yang tidak mengikuti
atau tidak mengetahui takbiratul ihromnya imam maka dia di kategorikan makmum
masbuq.
Cara shalat
berjama’ah makmum masbuq memiliki ketentuan-ketentuan seperti,
a. Apabila
makmum masbuq ketika takbiratul ihram mendapati imam mau atau sedang melakukan
ruku’ maka dia harus membaca Fatihah sedapatnya (meskipun tidak sempurna)
dengan tanpa membaca ta’awudz ataupun membaca bacaan iftitah dan wajiblah
bersegera melakukan rukuk bersama imam. Sebab bacaan Al-fatihah yang tidak
sempurna oleh makmum masbuq tadi sudah ditanggung imam. Namun apabila menurut
perkiraan jika dia membaca fatihah tapi telat rukuk bersama imam, maka dia
harus langsung ruku’ setelah melakukan takbiratul ihram.
b. Apabila
makmum masbuq ketinggalan satu raka’at atau lebih dari imam, maka ketika dia
hendak menyempurnakan sholatnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan shalat yang
berlaku dalam shalat itu (qunut dalam raka’at ke dua shalat subuh, tahiyyat awal
di setiap dua raka’at selain subuh dan tahiyyat akhir di setiap akhir raka’at
shalat.
c. Apabila
seorang musholli (orang yang shalat) terlambat satu raka’at dalam shalat subuh
kemudian dia ingin menyempurnakaan raka’at yang kedua, maka hendaknya ia membaca
qunut lagi meskipun pada raka’at sebelumnya ia sudah membaca qunut bersama
imam.
d. Apabila
ia ketinggalan dua raka’at dalam shalat maghrib, lalu ia ingin menyempurnakan
dua raka’at tersebut maka hendaknya ia membaca tahiyyat awal pada raka’at pertama
(dari rakaat yang tertinggal) dan harus membaca tahiyyat akhir pada raka’at
terakhir
J. Cara-cara
mengingatkan imam yang lupa dan Batal
Jika imam lupa
dalam bacaan atau ayat, cara mengingtkannya dalah dengan meneruskan bacaan atau
ayat tersebut yang benar, jika imam terus saja maka makmum hendaknya tetap
mengikuti imamnya.
Jika imam
keliru dalam gerakannya maka hendaklah makmum mengingatkannya, caranya adalah
dengan makmum mengucapkan tasbih (subhanAllah) bagi makmum laki-laki dan bagi
makmum perempuan dengan menepukkan punggung telapak tangan kiri pada bagian
dalam telapak tangan kanan. Kedua cara tersebut, baik ucapan tasbih ataupun
tepuk tangan harus bisa terdengar oleh imam. Apabila kekeliruan itu adalah
bacaannya hendaklah makmum membenarkannya.
Bila imam lupa
meninggalkan rukun salat seperti sujud dan ruku’, dan makmum telah
mengingatkannya dengan tasbih, ia wajib segera melaksanakannya dan setelah itu
melaksanakan sujud sahwi.
Khusus pada
masalah imam lupa melaksanakan tashyahud awal, bila imam telah terlanjur
berdiri tegak ketika makmum mengingatkannya, maka imam tidak perlu kembali
duduk, namun melanjutkan salat melakukan sujud sahwi. Namun bila imam belum
berdiri tegak, misalnya masih dalam keadaan jongkok, ia harus kembali duduk dan
melakukan sujud sahwi. Jadi hanya dalam masalah lupa meninggalkan amalan sunnah
shalat, imam boleh melanjutkan salat dan tidak menggubris peringatan dari
makmum.
Apabila
dalam melaksanakan shalat tiba-tiba imam batal maka dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut:
Imam dapat melakukan salah satu dari
dua hal berikut, (1) imam mundur dari barisan dan memegang tangan makmum yang
ditunjuk supaya maju ke depan. Inilah cara yang dilakukan Umar bin Khattab saat
beliau ditusuk ditengah shalat, kemudian ia memegang tangan Abdurrahman bin
‘Awf agar menggantikan beliau berlaku sebagai imam (HR. Al- Bayhaqy).
(2) imam mundur dari tempatnyatanpa
menunjuk pengganti, dalam situasi ini maka makmum terdekat dapat mengambil
inisiatif untuk maju atau menunjuk teman di sampingnya untuk maju,
(3) kalau ternyata imam ngeloyor pergi,
sedangkan makmum tidak ada yang maju mengganti imam, maka seluruh makmum harus
niat mufaroqoh atau niat keluar dari shalat jama’ah dan shalat sendiri-sendiri.
Apabila imam batal saat sujud, maka ia mundur dan menunjuk pada makmum terdekat
untuk menjadi imam dan meneruskan shalat berjama’ah. Makmum yang ditunjuk lalu
maju dan mengulangi sujud yang tidak sah. Pergantian imam oleh makmum disebut
istikhlaf sedangkan makmum yang mengganti imam disebut khalifah.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ ، أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله
Tidak ada komentar:
Posting Komentar